Rabu, 12 Oktober 2016

Kerajinan dari botol kaca

Sebenarnya kerajinan dari botol kaca sudah lama ada, tapi terkesan itu-itu saja. Apalagi banyak yang malas membuatnya. Mulai sekarang saya sarankan jangan membuang botol kaca sembarangan, karena ternyata anda bisa membuat kerajinan dari botol kaca yang kreatif. Beberapa kerajinan dari botol kaca yang bisa anda coba antara lain.
  1. Frame Lampu
kerajinan dari botol kaca 1
Kerajinan dari Botol Kaca: Frame Lampu
Bahan dan Alat: Botol Kaca, Papan Kayu, Rantai Besi, Kabel, Bor/ Pelubang Lainnya, Paku, Palu
Tingkat kesulitan: Menengah



Cara membuatnya tidak terlalu sulit. Pertama potong bagian bawah botol kaca, jangan terlalu banyak (jika anda tidak tahu caranya silahkan baca cara memotong botol kaca atau searching di google). Lalu lubangi papan kayu yang telah disiapkan tadi dengan Bora tau pelubang kayu lainnya. Pasang mulut botol tadi ke lubang yang telah dibuat, lalu ganjal dengan rantai supaya tidak jatuh. Paku papan di bagian lainnya, paku diseluruh 4 sisinya. Setelah itu rantai dikaitkan ke paku agar. Pastikan agar tidak lepas. Frame lampu siap digunakan
  1. Frame Lilin
Kerajinan dari Botol Kaca
Kerajinan dari Botol Kaca: Frame Lilin
Bahan dan Alat: Botol Kaca, Kawat Besi, Tang, Stan Lilin (Bisa Kaca, Besi, atau Lainnya yang bisa menjadi stan untuk lilin)
Tingkat kesulitan: Mudah
Membuat frame lilin cukup mudah, hanya membutuhkan kawat dan botol kaca. Pertama potong bagian bawah botol kaca. Pasang lilin ke stannya dan lilitkan dengan kawat, silahkan betuk sesuka hati. Masukkan kawat dan lilinnya ke dalam botol lalu sambungkan dengan kawat dari atas.
  1. Meja Hias/ Pajangan
kerajinan dari botol kaca 3
Kerajinan dari Botol Kaca: Meja Hias
Bahan dan Alat: Botol Kaca, Papan Kayu,Bor, Gergaji, Cat Kayu/ Pernis
Tingkat Kesulitan: Menengah
Kali ini kita akan membuat meja pajangan. Cara membuatnya tidak begitu sulit. Pertama potong papan kayu sesuai bentuk yang kamu inginkan, lalu haluskan dan cat dengan pernis atau cat kayu, tunggu hingga kering.  Lubangi papan kayu dengan bor, usahakan ukurannya sama dengan  mulut botol kaca. Jumlah lubang sesuaikan dengan jumlah botol yang akan digunakan. Terakhir pasang botol ke lubang-lubang yang telah dibuat.
Baca Juga: 36 Kerajinan Tangan dari Botol Plastik Bekas yang Bisa Kamu Coba
  1. Frame Lampu Simpel
Kerajinan dari Botol Kaca
Kerajinan dari Botol Kaca: Frame Lampu
Bahan dan Alat: Botol Kaca, Kawat Besi, Tang, Gabus/Plastik Penyumbat
Tingkat kesulitan: Mudah
Cara membuat frame lampu yang simple ini sebenarnya tidak jauh beda dengan frame lilin, dan saya yakin kamu bisa membuatnya. Tinggal potong botol kaca dan masukkan lampu yang telah disediakan. Untuk penyumbatnya kamu bisa menggunakan gabus atau plastic. Untuk lebih jelasnya silahkan melihat gambar.
  1. Vas Bunga
Kerajinan dari Botol Kaca
Kerajinan dari Botol Kaca: Vas Hias
Bahan dan Alat: Botol Kaca, Cat Warna, Selotip
Tingkat kesulitan: Mudah
Kalau kamu bosan dengan vas bunga yang bentuknya biasa saja, mungkin kamu bisa mencoba vas bunga dari botol. Cara membuatnya sangat mudah. Pertama berikan selotip ke botol, sesuaikan bentuknya dengan motif yang kamu inginkan. Lalu cat seluruh botol dengan pewarna yang telah kamu sediakan, tunggu hingga kering. Jika sudah kering lepas seluruh selotip. Jadi deh!! Jika kamu mau, kamu bisa membuat motif gambar kartun atau bentuk lainnya agar tampilannya bisa lebih keren.
6. Hiasan Meja
kerajinan dari botol kaca
kerajinan dari botol kaca: hiasan meja
Bahan dan Alat: Botol Kaca, Pasir, Hiasan, dll
Tingkat kesulitan: Mudah
Biar ruang tamu mu punya hiasan yang unik, kamu bisa mencoba ini. caranya cukup mudah. Tinggal potong Botol Kaca setengah bagian. lalu isi di dalamnya dengan pasir dan hiasan lainnya. Hiasannya terserah keinginanmu, gunakan imajinasimu untuk menghias
7.  Tempat Gelang
pemanfaatan botol kaca
kerajinan dari botol kaca: Tempat Gelang
Bahan dan Alat: Botol Kaca, Palu, Paku, Kayu, dll
Tingkat kesulitan: Mudah
Bosa gelangmu sering tercecer? nah kamu bisa mencoba menggunakan botol sebagai tempat gelangmu. caranya sangat mudah. Cuci botolnya bersih-bersih, lalu pajang deh. Gampangkan? Tinggal tambahkan saja papan kayu sebagai bingkainya biar lebih menarik. Ini juga bisa sekaligus menjadi hiasan dinding kamarmu loh
Nah masih mau membuang botol kaca di rumahmu? Selain kerajinan diatas, sebenarnya masih banyak kerajinan lain yang bisa dibuat dari botol bekas, berikutnya akan kami coba untuk membuat lanjutan atau kerajinan dari botol kaca part 2. Silahkan mencoba kerajinan dari botol bekas diatas, jika kamu merasa sulit, mungkin kamu bisa mencoba kerajinan dari barang elektronik.

Sejarah Sepakbola Indonesia


Di akhir tahun 1920, pertandingan voetbal atau sepak bola sering kali digelar untuk meramaikan pasar malam. Pertandingan dilaksanakan sore hari. Sebenarnya selain sepak bola, bangsa Eropa termasuk Belanda juga memperkenalkan olahraga lain, seperti kasti, bola tangan, renang, tenis, dan hoki. Hanya, semua jenis olahraga itu hanya terbatas untuk kalangan Eropa, Belanda, dan Indo. Alhasil sepak bola paling disukai karena tidak memerlukan tempat khusus dan pribumi boleh memainkannya.
Lapangan Singa (Lapangan Banteng) menjadi saksi di mana orang Belanda sering menggelar pertandingan panca lomba (vijfkam) dan tienkam (dasa lomba). Khusus untuk sepak bola, serdadu di tangsi-tangsi militer paling sering bertanding. Mereka kemudian membentuk bond sepak bola atau perkumpulan sepak bola. Dari bond-bond itulah kemudian terbentuk satu klub besar. Tak hanya serdadu militer, tapi juga warga Belanda, Eropa, dan Indo membuat bond-bond serupa.
Dari bond-bond itu kemudian terbentuklah Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) yang pada tahun 1927 berubah menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU). Sampai tahun 1929, NIVU sering mengadakan pertandingan termasuk dalam rangka memeriahkan pasar malam dan tak ketinggalan sebagai ajang judi. Bond China menggunakan nama antara lain Tiong un Tong, Donar, dan UMS. Adapun bond pribumi biasanya mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya Kwitang, Sinar Kernolong, atau Si Sawo Mateng.
Pada 1928 dibentuk Voetbalbond Indonesia Jacatra (VIJ) sebagai akibat dari diskriminasi yang dilakukan NIVB. Sebelumnya bahkan sudah dibentuk Persatuan Sepak Bola Djakarta (Persidja) pada 1925. Pada 19 April 1930, Persidja ikut membentuk Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di gedung Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta. Pada saat itu Persidja menggunakan lapangan di Jalan Biak, Roxy, Jakpus.
Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) -yang lalu berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) di tahun 1936- milik bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) punya bangsa Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) milik orang Indonesia.
Memasuki tahun 1930-an, pamor bintang lapangan Bond NIVB, G Rehatta dan de Wolf, mulai menemui senja berganti bintang lapangan bond China dan pribumi, seperti Maladi, Sumadi, dan Ernst Mangindaan. Pada 1933, VIJ keluar sebagai juara pada kejuaraan PSSI ke-3.
Pada 1938 Indonesia lolos ke Piala Dunia. Pengiriman kesebelasan Indonesia (Hindia Belanda) sempat mengalami hambatan. NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau organisasi sepak bola Belanda di Jakarta bersitegang dengan PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) yang telah berdiri pada bulan April 1930. PSSI yang diketuai Soeratin Sosrosoegondo, insinyur lulusan Jerman yang lama tinggal di Eropa, ingin pemain PSSI yang dikirimkan. Namun, akhirnya kesebelasan dikirimkan tanpa mengikutsertakan pemain PSSI dan menggunakan bendera NIVU yang diakui FIFA.
Pada masa Jepang, semua bond sepak bola dipaksa masuk Tai Iku Koi bentukan pemerintahan militer Jepang. Di masa ini, Taiso, sejenis senam, menggantikan olahraga permainan. Baru setelah kemerdekaan, olahraga permainan kembali semarak.
Tahun 1948, pesta olahraga bernama PON (Pekan Olahraga Nasional) diadakan pertama kali di Solo. Di kala itu saja, sudah 12 cabang olahraga yang dipertandingkan. Sejalan dengan olahraga permainan, khususnya sepak bola, yang makin populer di masyarakat, maka kebutuhan akan berbagai kelengkapan olahraga pun meningkat. Di tahun 1960-1970-an, pemuda Jakarta mengenal toko olahraga Siong Fu yang khusus menjual sepatu bola. Produk dari toko sepatu di Pasar Senen ini jadi andalan sebelum sepatu impor menyerbu Indonesia. Selain Pasar Senen, toko olahraga di Pasar Baru juga menyediakan peralatan sepakbola.
Pengaruh Belanda dalam dunia sepak bola di Indonesia adalah adanya istilah henbal, trekbal (bola kembali), kopbal (sundul bola), losbal (lepas bola), dan tendangan 12 pas. Istilah beken itu kemudian memudar manakala demam bola Inggris dimulai sehingga istilah-istilah tersebut berganti dengan istilah persepakbolaan Inggris. Sementara itu, hingga 1950 masih terdapat pemain indo di beberapa klub Jakarta. Sebut saja Vander Vin di klub UMS; Van den Berg, Hercules, Niezen, dan Pesch dari klub BBSA. Pemain indo mulai luntur di tahun 1960-an.
Berdirinya PSSI
PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) yang dibentuk 19 April 1930 di Yogyakarta. Sebagai organisasi olahraga yang dilahirkan di Zaman penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI betapapun terkait dengan kegiatan politik menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat- saat sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih – benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia.
PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Beliau menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda “Sizten en Lausada” yang berpusat di Yogyakarta. Disana ia merupakan satu – satunya orang Indonesia yang duduk dalam jajaran petinggi perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan tetapi, didorong oleh jiwa nasionalis yang tinggi Soeratin mundur dari perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari “Sizten en Lausada” ia lebih banyak aktif di bidang pergerakan, dan sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa yang sudah diputuskan dalam pertemuan para pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) Soeratin melihat sepakbola sebagai wahana terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda, sebagai tindakan menentang Belanda.
Untuk melaksanakan cita – citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan tokoh – tokoh sepakbola di Solo, Yogyakarta dan Bandung . Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian ketika diadakannya pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri – ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta) bersama dengan pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi persepakbolaan kebangsaan, yang selanjutnya di lakukan juga pematangan gagasan tersebut di kota Bandung, Yogya dan Solo yang dilakukan dengan tokoh pergerakan nasional seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan lain – lain. Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir seperti dengan Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil – wakil dari VIJ (Sjamsoedin – mahasiswa RHS); wakil Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta, Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo; Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB), Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A Mangindaan (saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM) Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia) nama PSSI ini diubah dalam kongres PSSI di Solo 1950 menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia yang juga menetapkan Ir. Soeratin sebagai Ketua Umum PSSI.
Begitu PSSI terbentuk, Soeratin dkk segera menyusun program yang pada dasarnya “menentang” berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda melalui NIVB. PSSI melahirkan “stridij program” yakni program perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa yang telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan kompetisi internal untuk strata I dan II, selanjutnya di tingkatkan ke kejuaraan antar perserikatan yang disebut “Steden Tournooi” dimulai pada tahun 1931 di Surakarta .
Kegiatan sepakbola kebangsaan yang digerakkan PSSI , kemudian menggugah Susuhunan Paku Buwono X, setelah kenyataan semakin banyaknya rakyat pesepakbola di jalan – jalan atau tempat – tempat dan di alun – alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan. Paku Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap kebangkitan “Sepakbola Kebangsaan” yang digerakkan PSSI. Stadion itu diresmikan Oktober 1933. Dengan adanya stadion Sriwedari ini kegiatan persepakbolaan semakin gencar.
Lebih jauh Soeratin mendorong pula pembentukan badan olahraga nasional, agar kekuatan olahraga pribumi semakin kokoh melawan dominasi Belanda. Tahun 1938 berdirilah ISI (Ikatan Sport Indonesia), yang kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga (15-22 Oktober 1938) di Solo.
Karena kekuatan dan kesatuan PSSI yang kian lama kian bertambah akhirnya NIVB pada tahun 1936 berubah menjadi NIVU (Nederlandsh Indische Voetbal Unie) dan mulailah dirintis kerjasama dengan PSSI. Sebagai tahap awal NIVU mendatangkan tim dari Austria “Winner Sport Club “ pada tahun 1936.
Pada tahun 1938 atas nama Dutch East Indies, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938, namun para pemainnya bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9 orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut sebagai aksi protes Soeratin, karena beliau menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian kerjasama yang disebut “Gentelemen’s Agreement” yang ditandatangani oleh Soeratin (PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta. Selain itu, Soeratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera NIVU (Belanda). Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara sepihak Perjanjian dengan NIVU tersebut.
Soeratin mengakhiri tugasnya di PSSI sejak tahun 1942, setelah sempat menjadi ketua kehormatan antara tahun 1940 – 1941, dan terpilih kembali di tahun 1942.
Masuknya balatentara Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam berkompetisi, karena Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian dari Tai Iku Kai, yakni badan keolahragaan bikinan Jepang, kemudian masuk pula menjadi bagian dari Gelora (1944) dan baru lepas otonom kembali dalam kongres PORI III di Yogyakarta (1949).
Perkembangan PSSI
Pasca Soeratin ajang sepakbola nasional ini terus berkembang walaupun perkembangan dunia persepakbolaan Indonesia ini mengalami pasang surut dalam kualitas pemain, kompetisi dan organisasinya. Akan tetapi olahraga yang dapat diterima di semua lapisan masyarakat ini tetap bertahan apapun kondisinya. PSSI sebagai induk dari sepakbola nasional ini memang telah berupaya membina timnas dengan baik, menghabiskan dana milyaran rupiah, walaupun hasil yang diperoleh masih kurang menggembirakan.
Hal ini disebabkan pada cara pandang yang keliru. Untuk mengangkat prestasi Timnas, tidak cukup hanya membina Timnas itu sendiri, melainkan juga dua sektor penting lainnya yaitu kompetisi dan organisasi, sementara tanpa disadari kompetisi nasional kita telah tertinggal. Padahal di era sebelum tahun 70-an, banyak pemain Indonesia yang bisa bersaing di tingkat internasional sebut saja era Ramang dan Tan Liong Houw, kemudian era Sucipto Suntoro dan belakangan era Ronny Pattinasarani.
Dalam perkembangannya PSSI sekarang ini telah memperluas jenis kompetisi dan pertandingan yang dinaunginya. Kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI di dalam negeri ini terdiri dari :
•  Divisi utama yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
•  Divisi satu yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
•  Divisi dua yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
•  Divisi tiga yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus amatir.
•  Kelompok umur yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain:
•  Dibawah usia 15 tahun (U-15)
•  Dibawah usia 17 tahun (U-170
•  Dibawah Usia 19 tahun (U-19)
•  Dibawah usia 23 tahun (U-23)
•  Sepakbola Wanita
•  Futsal.
PSSI pun mewadahi pertandingan – pertandingan yang terdiri dari pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak perkumpulan atau klub sepakbola, pengurus cabang, pengurus daerah yang dituangkan dalam kalender kegiatan tahunan PSSI sesuai dengan program yang disusun oleh PSSI. Pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak ketiga yang mendapat izin dari PSSI. Pertandingan dalam rangka Pekan Olahraga Daerah (PORDA) dan pekan Olah Raga Nasional (PON). Pertandingan – pertandingan lainnya yang mengikutsertakan peserta dari luar negeri atau atas undangan dari luar negeri dengan ijin PSSI.
Kepengurusan PSSI pun telah sampai ke pengurusan di tingkat daerah – daerah di seluruh Indonesia . Hal ini membuat Sepakbola semakin menjadi olahraga dari rakyat dan untuk rakyat.
Dalam perkembangannya PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1 November 1952 pada saat congress FIFA di Helsinki. Setelah diterima menjadi anggota FIFA, selanjutnya PSSI diterima pula menjadi anggota AFC (Asian Football Confederation) tahun 1952, bahkan menjadi pelopor pula pembentukan AFF (Asean Football Federation) di zaman kepengurusan Kardono, sehingga Kardono sempat menjadi wakil presiden AFF untuk selanjutnya Ketua Kehormatan.
Lebih dari itu PSSI tahun 1953 memantapkan posisinya sebagai organisasi yang berbadan hukum dengan mendaftarkan ke Departement Kehakiman dan mendapat pengesahan melalui SKep Menkeh R.I No. J.A.5/11/6, tanggal 2 Februari 1953, tambahan berita Negara R.I tanggal 3 Maret 1953, no 18. Berarti PSSI adalah satu – satunya induk organisasi olahraga yang terdaftar dalam berita Negara sejak 8 tahun setelah Indonesia merdeka.
PSSI di masa kepemimpinan Nurdin Halid memiliki beberapa hal yang dianggap kontroversi, antara lain mudahnya Nurdin Halid memberikan ampunan atas pelanggaran, kukuhnya Nurdin Halid sebagai Ketua Umum meski dia dipenjara, isu tidak sedap yang beredar pada masa pemilihan Ketua Umum tahun 2010, dan reaksi berlebihan atas diselenggarakannya Liga Primer Indonesia
Kasus Korupsi Nurdin Halid
Pada 13 Agustus 2007, Ketua Umum Nurdin Halid divonis dua tahun penjara akibat tindak pidana korupsi dalam pengadaan minyak goreng. Berdasarkan standar statuta FIFA, seorang pelaku kriminal tidak boleh menjabat sebagai ketua umum sebuah asosiasi sepakbola nasional. Karena alasan tersebut, Nurdin didesak untuk mundur dari berbagai pihak; Jusuf Kalla (Wakil Presiden RI saat itu), Ketua KONI, dan bahkan FIFA menekan Nurdin untuk mundur. FIFA bahkan mengancam untuk menjatuhkan sanksi kepada PSSI jika tidak diselenggarakan pemilihan ulang ketua umum.
Akan tetapi Nurdin bersikeras untuk tidak mundur dari jabatannya sebagai ketua PSSI, dan tetap menjalankan kepemimpinan PSSI dari balik jeruji penjara. Agar tidak melanggar statuta PSSI, statuta mengenai ketua umum yang sebelumnya berbunyi “harus tidak pernah terlibat dalam kasus kriminal” (bahasa Inggris: “They…, must not have been previously found guilty of a criminal offense….”) diubah dengan menghapuskan kata “pernah” (bahasa Inggris: “have been previously”) sehingga artinya menjadi “harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal” (bahasa Inggris: “… must not found guilty of a criminal offense…”). Setelah masa tahanannya selesai, Nurdin kembali menjabat sebagai ketua PSSI.
Ketua PSSI
1930 – 1940 Soeratin Sosrosoegondo
1941 – 1949 Artono Martosoewignyo
1950 – 1959 Maladi
1960 – 1964 Abdul Wahab Djojohadikoesoemo
1964 – 1967 Maulwi Saelan
1967 – 1974 Kosasih Poerwanegara
1975 – 1977 Bardosono
1977 – 1977 Moehono
1977 – 1981 Ali Sadikin
1982 – 1983 Sjarnoebi Said
1983 – 1991 Kardono
1991 – 1999 Azwar Anas
1999 – 2003 Agum Gumelar
2003 – 2011 Nurdin Halid
2011 – 2015 Djohar Arifin Husin

Sejarah Sampang


Jauh sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan ke daratan Madura, sekitar abad ke 7 M atau tepatnya pada tahun 835 M, di wilayah Kabupaten Sampang sudah ditemukan adanya komunitas masyarakat. Komunitas ini masih belum berstruktur dan masih berupa padepokan agama Budha dengan seorang “resi” sebagai titik sentralnya.
Menurut Drs Ali Daud Bey, salah seorang ahli sejarah di Sampang, hal ini dapat diketahui lewat temuan “Candra Sangkala” di situs sumur Daksan, Kelurahan Dalpenang, Sampang oleh para pakar sejarah dan arkeologi dari Mojokerto dan UGM Yogyakarta, yang dibantu oleh para pini sepuh dan ahli sejarah dari Sampang sendiri.
Tetapi sayangnya, menurut Daud, keberadaan Candra Sangkala yang menjadi pride (kebanggaan) masyarakat Sampang tersebut, tidak didukung oleh adanya temuan prasasti yang menggambarkan aktivitas masyarakat saat itu, sehingga tidak banyak memberikan informasi yang cukup berarti mengenai kondisi dan situasi yang terjadi pada waktu itu.
Namun, berdasarkan tulisan-tulisan para ahli sejarah dan kepurbakalaan Belanda, yang sampai saat ini masih dijadikan referensi oleh para pakar sejarah dan arkeologi Indonesia, terungkap beberapa aktivitas masyarakat pada masa kurun waktu yang terdapat pada Candra Sangkala tersebut.
Candra Sangkala yang ditemukan di situs sumur Daksan Kelurahan Dalpenang tersebut berbunyi: Kudok Alih Ngrangsang Ing Buto, artinya Kudok = 7 Alih = 5 Ngrangsang = 7 Ing = tahun dan Buto = tahun Caka. Berarti, 757 tahun Caka atau sama dengan 835 M.
Menurut para pakar sejarah, komunitas masyarakat seperti ini terjadi pada masa pemerintahan Dinasti Cailendra abad ke 7 M. Waktu itu komunitas masyarakatnya tidak berstruktur, berkelompok menjadi satu padu, dan biasanya dipimpin oleh seorang “resi” yang dijadikan sebagai titik sentral dalam mengajarkan agama Budha kepada anggota kelompoknya. Candra Sangkala yang lain, ternyata juga ditemukan di situs bujuk Nandi, Desa Kemuning, Kecamatan Kedundung, Sampang. Situs itu berbunyi: Nagara Gata Bhuwana Agong, artinya Nagara = 1 Gata = 3 Bhuwana = 0 Agong = 1. Berarti, 1301 tahun Caka atau sama dengan 1379 M.
“Candra Sangkala yang ditemukan di situs bujuk Nandi ini menunjukkan paduan kelompok masyarakat yang menganut agama Syiwa. Mereka biasanya membangun pusat peribadatannya berbentuk candi, dengan lambang ‘nandi’ atau lembu sebagai kendaraan raja Syiwa yang diagungkan. Sedangkan resinya, bernama Durga Mahesasura Mardhini,” jelas Ali Daud Bey.
Komunitas masyarakat seperti ini, menurut para pakar sejarah, terjadi pada masa pemerintahan Daha dan Kediri abad 12 M. Pada waktu itu, komunitas masyarakatnya sudah berstruktur namun tidak jelas, karena tidak ditemukan referensi pendukung secara tertulis seperti prasasti. Tetapi, yang berhasil ditemukan hanya Sangkala “Memet” yang menunjukkan adanya padepokan agama Syiwa dan Budha, sekitar tahun 1379 M sampai 1383 M.
Kejayaan Mojopahit Sampai Masa Kekuasaan Mataram
Pada saat Kerajaan Mojopahit sedang mengalami masa kejayaannya, pengaruh keberadaan kerajaan yang terletak di Kabupaten Mojokerto itu terekam di Sampang. Ini bisa dilihat dari ditemukannya Candra Sangkala di situs Pangeran Bangsacara Takobuh, Kelurahan Polagan Sampang. Candra Sangkala tersebut, berupa angka 1305 tahun Caka yang tertoreh di sebuah batu berukir, yang berarti sama dengan tahun 1383 M. Angka tersebut menandakan tahun berdirinya sebuah candi Budha dengan relief rangkaian cerita Pangeran Bangsacara Ragapadmi. Isinya sarat dengan pesan-pesan pendidikan moral dan agama.
Menurut para pakar sejarah, komunitas masyarakat seperti ini sudah mulai berstruktur walaupun statusnya mudah sekali berubah-ubah. Biasanya diawali dengan Kamituwo, lalu menjadi Kademangan, setelah itu berubah menjadi Padukuhan, dan akhirnya berubah menjadi sebuah Kerajaan.
Sedangkan referensinya masih berupa pitutur lisan, tetapi sudah ada yang sebagian sempat menulis pada generasi kelima setelah komunitas tersebut atau sekitar 300 tahun setelahnya.
Berdasarkan bukti-bukti sejarah, raja Madura pertama yang sempat memerintah saat itu adalah Ario Lembu Peteng sekitar abad 14 M. Dia adalah putra dari Prabu Brawijaya V (Stamboom Van Het Geslachi Tjakra Adi Ningrat, hal 79). Lalu, berturut-turut kerajaan Madura diperintah oleh Ario Menger, Ario Patikal, Nyai Ageng Boedo dan yang terakhir adalah Kiai Demong sekitar tahun 1531 M.
Saat pemerintahan dipegang oleh Kiai Demong, sekitar tahun 1531-1623 M, istana kerajaan Madura yang awalnya berada di Madegan Polagan Sampang, dipindah ke Pelakaran Arosbaya Bangkalan. Tetapi, sekitar tahun 1623 M ketika Madura berhasil ditaklukkan oleh kerajaan Mataram, istana kerajaan dipindahkan kembali ke Madegan Polagan Sampang.
Menurut bukti-bukti sejarah, kiai Demong merupakan salah satu raja-raja keturunan Majapahit yang sudah memeluk agama Islam. Ia adalah kakek dari Panembahan Lemah Duwur (1531-1592), yang kemudian dikenal sebagai pendiri masjid Madegan Polagan Sampang, yang sampai saat ini masih dikramatkan oleh sebagian besar masyarakat, sehingga sering dijadikan tempat melakukan sumpah pocong oleh hampir semua kalangan.
Panembahan Lemah Duwur dikenal sebagai seorang raja yang berjasa meletakkan dasar-dasar kepemimpinan Islam di Madura, khususnya di Kabupaten Sampang. Ia adalah ayah dari Pangeran Tengah (1592-1621) yang beristerikan Ratu Ibu I, yang sampai saat ini makamnya berada di makam raja-raja Madegan Polagan Sampang.
Sedangkan Pangeran Tengah adalah ayah dari Raden Praseno yang dikenal sebagai Pangeran Cakraningrat I (1624-1648), yang juga menantu kesayangan dari Sultan Agung. Sebab, selain beristrikan Ratu Ibu II, salah satu puteri Sultan Agung, ia merupakan salah seorang panglima perang Mataram yang sangat handal, sehingga ia dimakamkan di makam raja-raja Imogiri Yogyakarta.
Sementara itu, Candra Sangkala lain juga ditemukan di situs Pangeran Santomerto. Candra Sangkala itu menunjukkan tahun Caka wafatnya Pangeran Santomerto yang juga dikenal sebagai paman Raden Praseno, yang mengasuhnya sejak kecil setelah Pangeran Tengah (ayahanda R. Praseno) gugur dalam pertempuran. Candra Sangkala ini berupa kayu berukir angka dengan memakai hurup Arab yang menunjukkan tahun Caka 1496 atau sama dengan tahun 1574 M.
Raden Praseno Jadi Pijakan Hari Jadi Kota Sampang
Candra Sangkala kelima adalah Candra Sangkala yang terukir di daun pintu sebelah kiri pada Gapura Agung makam Ratu Ibu I yang ada di Madegan Kelurahan Polagan, Sampang. Candra Sangkala ini berupa relief berbentuk ulang naga yang terpanah tembus dari kepala sampai ekor. Pakar sejarah membaca Naga Kapanah Titis Ing Midi sebagai angka 1546 Caka atau sama dengan 1624 M.
Ratu Ibu I adalah istri Pangeran Tengah. Dia juga ibu kandung Raden Praseno. Sedangkan angka tahun 1624 M menandakan tahun diangkatnya Raden Praseno oleh Sultan Agung menjadi Raja Mataram pertama yang berkuasa di wilayah Madura Barat dengan gelar Cakraningrat I yang memerintah dari tahun 1624 M sampai 1648 M. Berdasarkan bukti-bukti sejarah, pengangkatan Raden Praseno menjadi raja Madura Barat dinobatkan langsung oleh Sultan Agung pada tanggal 12 Robiul Awal 1045 H atau bertepatan dengan tanggal 23 Desember 1624 M. Prosesi penobatannya, dilakukan bertepatan dengan acara “Grebek Maulid” sebagai acara sakral keagamaan setiap tahun yang selalu diadakan di lingkungan Keraton Surakarta. Biasanya dalam acara ini, dilakukan kirab pusaka kerajaan dan pejabat-pejabat keraton yang akan dipromosikan menjadi penguasa di suatu daerah.
Menurut salah seorang ahli sejarah di Sampang Drs. Ali Daud Bey, di dalam beberapa literatur karya para sejarawan Belanda, di antaranya P. Cakraningrat Vorstenhuis van Madura maupun Madura en Zyn Vorstenhuis, memang banyak disebutkan peristiwa-peristiwa kesejarahan kerajaan Madura Barat yang ada di kota Sampang.
“Berdasarkan literatur itu, akhirnya kita bisa mengetahui bahwa momentum pengangkatan Raden Praseno menjadi raja Mataram di wilayah Madura Barat, merupakan tonggak sejarah berdirinya sebuah pemerintahan pertama yang sah secara yuridis dan de fakto menurut hukum ketatanegaraan. Sehingga, sampai saat ini tanggal 23 Desember tersebut ditetapkan sebagai hari jadi kota Sampang,” jelas Daud.
Selain menjadi raja di Madura Barat, ternyata Cakraningrat I juga diangkat oleh Sultan Agung menjadi panglima perang Kerajaan Mataram, serta diambil menantu dikawinkan dengan seorang putrinya yang bernama Ratu Ibu II. Dalam menjalankan tugas-tugasnya menjadi seorang panglima perang, Cakraningrat I dibantu oleh salah seorang putranya dari selir, yaitu Raden Maluyo yang dikenal sebagai ayah dari Pangeran Tronojoyo.
Ketika Cakraningrat I yang dibantu R. Maluyo sedang melaksanakan tugas dari Sultan Agung guna memerangi pemberontakan bersenjata yang dilakukan oleh Pangeran Alit, kedua panglima perang Mataram ini akhirnya gugur di medan pertempuran dan dimakamkan di makam raja-raja Mataram di Imogiri Surakarta.
Sebagai cucu dari Cakraningrat I atau putra dari Raden Maluyo, menurut urutan garis keturunan kerajaan Madura Barat, sebenarnya Pangeran Tronojoyo paling berhak meneruskan dinasti kerajaan Pangeran Cakraningrat I (kakeknya). Namun, karena ambisi dari Raden Undagan (Cakraningrat II) yang dibantu penuh oleh pihak Belanda saat itu, akhirnya tatanan dinasti Cakraningrat hancur dan Pangeran Tronojoyo tersingkir dari singgasana kerajaan.
Tronojoyo Memberontak, Kerajaan Dipindah ke Bangkalan
Naiknya Raden Undagan menjadi Raja Madura Barat dengan gelar Pangeran Cakraningrat II (1648-1707 M), ternyata tidak lepas dari campur tangan dan politik devide et impera penjajah Belanda. Intervensi Belanda dalam masalah intern pemerintahan Kerajaan Mataram terjadi setelah kekuasaan Sultan Agung Hanyokrokusumo. Setelah Sultan Agung mangkat sekitar abad 16 M, tampuk kekuasaan Kerajaan Mataram ternyata tidak diserahkan kepada menantu kesayangan Sultan yaitu Pangeran Cakraningrat I, tetapi justru diserahkan kepada Sunan Amangkurat I, adik ipar Sultan Agung sendiri. Sedangkan berdasarkan bukti-bukti sejarah, Sunan Amangkurat I ini dikenal sebagai Raja Mataram yang mau bersekutu dengan penjajah Belanda.
Sehingga, ketika Pangeran Cakraningrat I dan Raden Maluyo, ayahanda Pangeran Tronojoyo, gugur di medan pertempuran membela kedaulatan Mataram saat terjadi pemberontakan oleh Pangeran Alit, ternyata Sunan Amangkurat I memilih mengangkat Raden Undagan yang juga paman Pangeran Tronojoyo sebagai raja di Madura Barat dengan gelar Cakraningrat II.
Padahal, bardasarkan garis keturunan kerajaan Madura Barat, sebenarnya Pangeran Tronojoyo paling berhak meneruskan dinasti kerajaan kakeknya Pangeran Cakraningrat I. Namun, karena ambisi kedua kakek dan pamannya ini serta politik devede et impera yang dilakukan Belanda, akhirnya Pangeran Tronojoyo tersingkir dari kursi singgasana Kerajaan Madura Barat.
Akhirnya, Pangeran Tronojoyo pun melakukan pemberontakan. Ini terjadi sekitar tahun 1648 M. Pangeran Cakraningrat II lalu memindahkan kembali istana Kerajaan Madura Barat dari Madegan, Kelurahan Polagan, Sampang ke Desa Pelakaran, Arosbaya, Bangkalan. Karena pada saat itu, pasukan Pangeran Tronojoyo yang tidak mau bekerja sama dengan penjajah Belanda berhasil membumihanguskan istana kerajaan di Madegan.
Sejak saat itulah, sejarah keberadaan dinasti Kerajaan Madura Barat yang pernah mengalami masa kejayaannya di Madegan, Polagan, Sampang mulai memudar, bahkan menghilang. Ditambah lagi, setelah Pangeran Tronojoyo gugur dalam medan pertempuran melawan kebatilan yang dilakukan kedua kakek dan pamannya serta mengusir penjajah Belanda dari bumi pertiwi.
Menurut ahli sejarah Sampang Drs Ali Daud Bey, sampai saat ini silsilah keturunan Pangeran Tronojoyo yang dilahirkan di Kampung Pebabaran Rongtengah, Sampang ini, belum ditemukan. Karena dari buku-buku literatur para pakar sejarawan Belanda, tidak ada satu pun yang menulis tentang perjuangan Pangeran Tronojoyo dalam melakukan pemberontakan mengusir penjajah Belanda dari daerah kekuasaan Mataram.
Setelah abad 17 M, status Kabupaten Sampang menjadi sebuah daerah Kadipaten, dengan Adipatinya masing-masing, R. Temenggung Purbonegoro, R. Ario Meloyokoesuma (Reight Besfuurder Gebheid). Dan sejak 15 Januari 1885 dipimpin oleh Adipati R. Temenggung Ario Koesuma Adiningrat (Zelfstending).
Lalu, berturut-turut dipimpin oleh R. Temenggung Ario Candranegoro, R. Adipati Ario Secodiningrat, R. Ario Suryowinoto, dan R. Temenggung Kartoamiprojo. Sedangkan pada tahun 1929- 1931 M dipimpin oleh R. Ario Sosrowinoto. Sebelum akhirnya pada sekitar tahun 1931-1949 M, Kadipaten Sampang menjadi sebuah daerah Kawedanan di wilayah Kabupaten Pamekasan.

Sejarah Indonesia sebelum merdeka

Sebelum merdeka, negara Indonesia merasakan pahitnya penjajahan oleh beberapa negara asing. Dimulai dari portugis yang pertama kali tiba di Malaka pada tahun 1509. Portugis berhasil menguasai Malaka pada 10 Agustus 1511 yang dipimpin oleh Alfonso de Albuquerque. Setelah menguasai Malaka, portugis mulai bergerak dari Madura sampai ke Ternate. Bangsa Indonesia melakukan berbagai perlawanan terhadap Portugis. Salah satu perlawan yang terkenal adalah perlawan Fatahillah yang berasal dari Demak di Sunda Kelapa (sekarang Jakarta). Fatahillah berhasil memukul mundur bangsa Portugis dan mengambil kembali Sunda Kelapa. Setelah itu nama Sunda Kelapa diubah oleh Fatahillah menjadi Jayakarta.
Masa penjajahan Portugis berakhir pada tahun 1602 setelah Belanda masuk ke Indonesia. Belanda masuk ke Indonesia melalui Banten di bawah pimpinan Cornelius de Houtman. Belanda ingin menguasai pasar rempah-rempah di Indonesia dengan mendirikan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Banten pada tahun 1602. Karena pasar di Banten mendapat saingan dari pedagang tionghoa dan inggris maka kantor VOC pindah ke Sulawesi Selatan. Di Sulawesi Selatan, VOC mendapat perlawanan dari Sultan Hasanuddin. Berbagai perjanjian dibuat. Salah satunya adalah perjanjian Bongaya. Akan tetapi, Sultan Hasanuddin tidak mematuhi perjanjian tersebut dan melawan Belanda. Setelah berpindah-pindah tempat, akhirnya VOC sampai d Yogyakarta. Di Yogyakarta, VOC menandatangani perjanjian Giyanti yang isinya adalah Belanda mengakui mangkubumi sebagai Sultan Hamengkubuwono 1. Perjanjian Giyanti juga memecah kerajaan Mataram menjadi Kasunan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Lalu, akhirnya VOC dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1800 setelah Belanda kalah dari Perancis.
Setelah VOC dibubarkan, penjajahan Belanda tidak berhenti. Belanda menunjuk Daendels sebagai gubernur jenderal hindia belanda. Pada masa Deandels, masyarakat Indonesia dipaksa untuk membuat jalan raya dari Anyer sampai Panarukan. Namun masa pemerintahan Daendels tidak berlangsung lama dan digantikan oleh Johannes van den Bosch. Van den Bosch menerapkan sistem tanam paksa (cultuur stelsel). Dalam sistem tanam paksa, setiap desa harus menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi ekspor khususnya kopi, tebu, nila. Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan (20%) dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial.
Setelah 350 tahun Belanda menguasai Indonesia, pemerintahan Belanda di Indonesia digantikan oleh bangsa Jepang. Belanda menyerah tanpa syarat kepada jepang melalui perjanjian Kalijati pada tanggal 8 maret 1942. Masa pendudukan Jepang dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada 17 agustus 1945. Di Indonesia, Jepang membentuk beberapa organisasi. Organisasi yang dibuat Jepang antara lain adalah PETA (Pembela Tanah Air), Heiho (pasukan Indonesia buatan Jepang), PUTERA, Jawa Hokokai (pengganti Putera).
Perlawanan terhadap penjajahan Jepang banyak dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Di daerah Cot Plieng aceh perlawanan terhadap Jepang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil (seorang guru ngaji di daerah tersebut). Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak berhasil, sehingga Jepang melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan shalat Subuh. Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan berhasil memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe. Begitu juga dengan serangan kedua, berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru pada serangan terakhir (ketiga) Jepang berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang shalat. Perlawanan lain yang terkenal lainnya adalah perlawanan PETA di daerah Blitar, Jawa Timur. Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat para pejuang tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan PETA di Blitar merupakan perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri (Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.
Pemerintahan Jepang di Indonesia berakhir setelah Jepang kalah dari tentara sekutu di Perang Dunia II. Dua kota di Jepang yaitu Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom oleh tentara sekutu. Setelah mendengar adanya kekalahan Jepang, dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Cosakai yang diketuai oleh Radjiman Widyodiningrat. Nama BPUPKI diganti menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan bangsa Indonesia untuk merdeka. Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Namun pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan ‘hadiah’ dari Jepang. Setelah mendengar Jepang menyerah pada tanggal 14 Agustus 1945, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke rumah Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan. Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadiperistiwa Rengasdengklok. Perisiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan terhadap Soekarno dan Hatta oleh golongan muda untuk mempercepat pelaksanaan proklamasi. Setelah kembali ke Jakarta dari Rengasdenglok, Soekarno dan Hatta menyusun teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda yang dibantu oleh Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Setelah konsep selesai, Sayuti Melik menyalin dan mengetik naskah tersebut. Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56.

sumber : https://adamyassin.wordpress.com/sejarah-indonesia-sebelum-merdeka/
ARTIKEL TENTANG TUJUAN BELAJAR                                                              pendidikan sebagai investasi masa depan memiliki peranan penting dalam membangun bangsa. sobat pendidikan sangat yakin bahwa teman-teman juga sepakat jika pendidikan sangat penting. tugas utama kita semua secara umum adalah belajar. pernakah kita bertanya bahwa untuk apa kita belajar? apa tujuan utama kita belajar? betul semua orang memiliki tujuan tertentu untuk belajar. mungkin sobat pendidikan akan sedikit memaparkan beberapa tujuan belajar. 

Contoh Artikel Tentang Tujuan Belajar
Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa. Secara global tujuan dari belajar adalah terjadi perubahan pada diri seseorang menjadi lebih baik. Maka dari pernyataan tersebut akan dijelaskan secara rinci beberapa tujuan belajar berikut:

1) Belajar bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri antara lain tingkah laku. Dengan adanya kegiatan belajar maka norma yang dimiliki oleh seseorang setelah ia melakukan kegiatan belajar akan berubah menjadi lebih baik. Dalam kegiatan ini pendidik bisa melatih dalam pembelajaran di sekolah, ini bisa dimulai dari pemberian contoh oleh pendidik itu sendiri. Jadi seorang pendidik harus senantiasa menjaga sikap agar bisa menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya, karena mengingat bahwa tujuan yang diinginkan dalam belajar adalah bersifat positif.

2) Belajar bertujuan mengubah kebiasaan, dari buruk menjadi baik, seperti merokok, minum-minuman keras, keluyuran, tidur siang, bangun terlambat, bermalas-malasan dan sebagainya. Kebiasaan tersebut harus diubah menjadi yang baik. Dalam kegiatan di sekolah, pendidik selain memberi pengetahuan melalui pelajaran yang di sampaikan, harus memberikan perhatian yang lebih mengenai peserta didik yang mempunyai kebiasaan buruk. Ini bisa dilakukan dengan pemberian kesadaran bahwa perbuatan yang dimiliki tersebut dapat memberikan dampak negatif bagi diri sendiri dan orang lain. Serta pendidik harus memberikan dorongan yang kuat untuk bisa menghilangkan kebiasaan negatif yang dimiliki peserta didik tersebut.

3) Belajar bertujuan mengubah sikap, dari negatif menjadi positif. Misalnya seorang anak yang tadinya selalu menentang orang tuanya, tetapi setelah ia mendengar, mengikuti ceramah-ceramah agama, sikapnya berubah menjadi anak yang patuh, cinta dan hormat kepada orang tuanya.

4) Belajar dapat mengubah keterampilan. Misalnya seseorang yang terampil main bulu tangkis, bola, tinju, maupun cabang olahraga lainnya adalah berkat belajar dan latihan yang sungguh-sungguh. Jadi kegiatan belajar dan latihan adalah hal yang perlu dilakukan agar terjadi perubahan yang baik pada diri seseorang.

5) Belajar bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu. Dalam kaitan hal ini pendidik lebih cenderung memperhatikan dalam penyaluran ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Pendidik harus memiliki kesiapan yang baik ketika ia akan mengajar dan adanya penggunaan pendekatan, strategi maupun metode agar dalam pembelajaran peserta didik tidak merasakan suasana yang membosankan. Pemilihan metode harus disesuaikan dengan materi, karakteristik pendidik, sarana dan prasarana, biaya, dan sebagainya agar pembelajaran berhasil dengan baik.

sumber:
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan.